Konflik Agraria Papua: Tanah Adat dan Jejak Mafia Tanah di Sorong

banner 468x60

Willem menuding Paulus George Hung melakukan manipulasi dalam kesepakatan, pembayaran, hingga letak tanah yang tidak sesuai fakta. Jika terbukti, kasus ini bisa masuk ranah pidana: pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP) atau perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata).

Konflik tanah ini pun tak lagi sekadar urusan keluarga adat, melainkan menyentuh jejaring bisnis besar dan kepentingan politik lokal di Sorong. Oleh karena itu, Willem tak main-main. Surat pencabutan pelepasan tanahnya ditembuskan ke berbagai institusi penting: mulai dari Gubernur Papua Barat Daya, DPRD, Majelis Rakyat Papua, BPN, Walikota Sorong, hingga Lembaga Adat Malamoi.

banner 300250

Langkah ini memperlihatkan bahwa Willem tidak sekadar ingin menarik kembali hak adatnya, tetapi juga membuka kasus ini ke ranah publik. Posisinya kini bukan hanya ahli waris adat, tetapi juga penantang sistem yang selama ini memungkinkan mafia tanah bermain di Papua.

BACA JUGA :  Permohonan Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Diabaikan, Wilson Lalengke Desak Kepala BPN Depok Dicopot

Kasus tanah adat Marga Bewela hanyalah satu potret kecil dari persoalan besar di Papua Barat Daya, dan Tanah Papua pada umumnya: kerentanan tanah adat terhadap manipulasi. Banyak masyarakat adat yang tidak paham administrasi formal, lalu terjebak dalam praktik pelepasan tanah yang merugikan mereka.

BACA JUGA :  Terganggu Dengan Penegakan Hukum, Satpolair Bangka Barat Diserang Lewat Berita Fitnah

Jika tidak segera ditangani, kasus ini berpotensi melebar menjadi sengketa besar, melibatkan perusahaan, pejabat, hingga aparat hukum. Bahkan bisa jadi uji kasus nasional mengenai bagaimana negara mengakui dan melindungi hak ulayat masyarakat adat sebagaimana diamanatkan Pasal 18B UUD 1945.

Pernyataan pencabutan hak atas tanah adat oleh Willem RN Buratehi Bewela adalah isyarat perlawanan. Ia bukan sekadar membela hak keluarga, tapi juga marwah Marga Bewela dan hukum adat Malamoi.

Dimanakah posisi negara yang diwakili Pemerintah terkait konflik agraria di Sorong ini? Apakah negara akan berdiri di pihak masyarakat adat? Atau justru membiarkan tanah ulayat terus diperdagangkan dengan dokumen-dokumen bermasalah?

BACA JUGA :  Hadiri Undangan Seminar dan Ulang Tahun Ke-18 PPWI, Bertemu Tokoh Jurnalis Senior Ali Syarief dan Sejumlah Dubes

Sorong kembali menjadi panggung tarik-menarik antara adat, hukum, dan kepentingan ekonomi. Dan kasus tanah adat Marga Bewela bisa menjadi titik balik, apakah hukum benar-benar bisa melindungi hak rakyat kecil dari cengkeraman mafia tanah.

Komentar