Dugaan Gugatan Tanah Palsu oleh PT. Bagus Jaya Abadi di PN Sorong, Sebuah Analisis Hukum

Artikel, Opini237 Dilihat
banner 468x60

Oleh: Wilson Lalengke

CITIZENESIA, Jakarta – Sebuah kasus perdata didaftarkan ke Pengadilan Negeri Sorong, yang teregister dengan nomor perkara perdata: 57/Pdt.G/2025/PN Sorong. Kasus ini melibatkan sengketa tanah di Distrik Tampagaram, Kota Sorong, Papua Barat Daya, antara PT. Bagus Jaya Abadi (BJA) sebagai penggugat melawan Samuel Hamonangan Sitorus, dkk.

banner 300250

PT. BJA adalah sebuah perusahaan kayu di Papua Barat Daya milik Paulus George Hung (alias Ting-ting Ho alias Mr. Ching), warga negara Malaysia. Penggugat diwakili kuasa hukumnya, Albert Fransstio, S.H. Sementara itu, Samuel Hamonangan Sitorus, pemilik obyek yang disengketakan diwakili oleh kuasa hukumnya, Advokat Simon Maurits Soren, S.H., M.H.

BACA JUGA :  Negara Tak Boleh Kalah: Pakta Integritas Timah Belitung Harus Jadi Titik Balik Lawan Mafia Tambang

Penggugat mengklaim kepemilikan atas sebidang tanah yang diperoleh dari pemilik tanah adat setempat bernama Willem Buratehi/Bewela, tahun 2013. Tergugat membantah klaim ini dengan menyatakan bahwa pihaknya telah menguasai tanah tersebut secara sah sejak tahun 2009 yang diperoleh dari pemilik tanah adat yang sah, bernama Robeka Bewela yang adalah ibu dari Willem Buratehi/Bewela. Tergugat juga menilai bahwa penggugat melakukan klaim melalui cara manipulatif dan berkolusi dengan para pejabat korup di lingkungan Pemerintah Kota Sorong dan Kantor Pertanahan setempat.

Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan berkas gugatan yang diajukan penggugat ke pengadilan, dapat diidentifikasi persoalan hukum yang harus menjadi perhatian dan pertimbangan majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut.

BACA JUGA :  Wilson Lalengke Tiba di New York Menjelang Pidato di PBB

Pertama, terkait keabsahan kedudukan hukum (Rechtspersoon). Dokumen pelepasan tanah yang dijadikan dasar klaim kepemilikan penggugat ditujukan kepada seorang individu, yakni Paulus George Hung alias Ting-ting Ho alias Mr. Ching, bukan kepada PT. BJA. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah PT. BJA memiliki kapasitas hukum untuk mengajukan gugatan?

Kedua, gugatan penggugat dinilai tidak jelas (Obscuur Libel). Gugatan penggugat kurang jelas mengenai objek sengketa, luasan wilayah yang berbeda-beda antara dokumen satu dengan dokumen lainnya yang disertakan sebagai data pendukung klaim kepemilikan, dan dokumen kepemilikan yang telah dicabut oleh pihak yang melepaskan tanah tersebut (Willem Buratehi/Bewela) kepada Mr. Ching. Hal ini melanggar asas kekhususan yang diwajibkan dalam hukum acara perdata Indonesia.

BACA JUGA :  Halangan dan Rintangan itu Biasa, Wartawan Investigasi tidak Boleh Cengeng

Ketiga, pihak tergugat yang digugat oleh penggugat tidak lengkap alias Error in Persona. Semestinya, penggugat harus menyertakan para pemangku kepentingan utama seperti pemilik tanah awal (Willem Buratehi/Bewela) yang memindahtangankan obyek yang disengketakan, pemerintah daerah (Walikota Sorong), dan BPN (Badan Pertanahan Nasional) sebagai tergugat atau turut tergugat. Kelalaian ini melemahkan kelengkapan proses ajudikasi.

Komentar