Wartawan di Nunukan Dianiaya, Rekaman Dirampas: Putusan Mahkamah Agung Dibuang ke Tong Sampah

banner 468x60

KUHP Pasal 368 – Pemerasan/perampasan.

UU No. 48 Tahun 2009 Pasal 30 – Kewajiban melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

banner 300250

Kasus ini memantik kemarahan publik. Penggiat kebebasan pers, aktivis agraria, dan akademisi hukum menilai negara harus segera turun tangan. “Kami mengecam keras kekerasan terhadap jurnalis, perampasan hasil panen rakyat, dan pengabaian putusan Mahkamah Agung. Panglima TNI, Kapolri, dan aparat penegak hukum wajib menindak tegas pelaku, melindungi kebebasan pers, dan memastikan putusan pengadilan tertinggi dijalankan tanpa intimidasi,” tegas perwakilan korban.

Kasus Seimanggaris bukan sekadar sengketa lahan—ini ujian besar bagi penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia. Jika putusan MA saja bisa diabaikan, apa lagi yang tersisa dari wibawa hukum di negeri ini?

BACA JUGA :  Pernyataan Anggota DPR Dinilai Arogan, Ketua PPWI Jabar: “Dia Lebih Tolol dari ODGJ!"

Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengecam keras insiden kekerasan terhadap dua wartawan Mabesnew di Seimanggaris, Nunukan, serta pengabaian eksekusi putusan Mahkamah Agung yang memenangkan kelompok tani.

“Ini bukan sekadar pelanggaran terhadap kebebasan pers atau hak agraria rakyat, tetapi sudah masuk kategori pelecehan terhadap wibawa negara. Putusan MA adalah simbol tertinggi kedaulatan hukum. Mengabaikannya sama saja dengan menantang konstitusi,” tegas Wilson Lalengke.

BACA JUGA :  Dimas WBP Lapas Narkotika Kelas II A Pangkalpinang ini, Tipu Pemesan Shabu Seharga 400 Ribu

Wartawan senior itu menilai, peristiwa ini mencerminkan krisis penegakan hukum yang berbahaya. Menurutnya, jika aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang terlibat tidak segera diproses, hal ini akan menjadi preseden buruk yang membenarkan tindakan main hakim sendiri.

“Ketika wartawan dianiaya, alat kerjanya dirampas, dan hasil liputan dihapus paksa, itu bukan hanya merampas hak jurnalis, tapi juga merampas hak publik untuk mendapatkan informasi. Inilah bentuk nyata pembungkaman pers,” sambungnya.

Sebagai pimpinan organisasi pers nasional, Wilson Lalengke mendesak Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk turun tangan memastikan eksekusi putusan MA dilakukan, pelaku kekerasan terhadap jurnalis diproses hukum tanpa pandang bulu, dan memberikan perlindungan kepada semua pihak yang terlibat dalam mengawal kasus ini. “Negara harus hadir. Jangan biarkan hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara kelompok kuat bisa seenaknya menginjak putusan pengadilan,” pungkas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu. (SAD/Red)

Komentar