Putusan MK, Kerusuhan di Ruang Siber Tidak Masuk Delik Pidana

banner 468x60

ICJ – Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pertama kali diundangkan pada tahun 2008 dengan tujuan untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan sistem informasi dan transaksi elektronik di Indonesia. UU ini bertujuan untuk melindungi keabsahan data elektronik dan transaksi dalam dunia maya, menciptakan keadilan dan kepastian hukum, serta mengatur perilaku di dunia digital. Namun, seiring berjalannya waktu, berbagai kontroversi muncul terkait penerapan pasal-pasal dalam UU ITE, terutama yang mengatur tentang pencemaran nama baik dan penyebaran informasi yang melanggar hukum.

Kontroversi tersebut berakar dari fakta bahwa beberapa pasal dalam UU ITE dinilai terlalu luas dan dapat disalahgunakan, sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai potensi pelanggaran hak asasi manusia, khususnya kebebasan berekspresi. Dalam beberapa kasus, individu dan kelompok diadili berdasarkan pasal-pasal UU ITE, yang dianggap tidak proporsional dan mengancam kebebasan berpendapat. Hal ini membawa dampak sosial yang signifikan, di mana masyarakat menganggap bahwa UU ITE dapat menjadi alat untuk memenjarakan kritik dan menghambat diskusi publik.

banner 300250

Menanggapi berbagai keluhan ini, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan untuk meninjau beberapa ketentuan dalam UU ITE. Dalam sidang uji materi, MK menyatakan bahwa pasal-pasal tertentu tidak dapat diterapkan sebagai pidana karena mengandung unsur ketidakpastian dan berpotensi merugikan masyarakat. Putusan ini membawa angin segar dan menjadi langkah penting dalam menjaga keseimbangan antara perlindungan hukum dan hak untuk berbicara di hadapan publik. Dengan demikian, keputusan MK terkait UU ITE tidak ada pidana berupaya menjawab tantangan hukum dan menjamin bahwa kebebasan berekspresi tetap terjaga tanpa mengabaikan aspek perlindungan hukum yang berlaku Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa kerusuhan atau keributan di ruang digital, seperti media sosial, tidak masuk dalam delik pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal itu dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang putusan perkara nomor 115/PUU-XXII/2024 di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).  “Menyatakan kata ‘kerusuhan’ dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Suhartoyo, Selasa.  “Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber,’” ujar dia melanjutkan. ( Dikutip dari Media Kompas.com)

Dampak Keputusan MK Terhadap Pengguna Internet

Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa UU ITE tidak ada pidana membawa dampak signifikan bagi pengguna internet di Indonesia. Salah satu dampak utama adalah peningkatan kebebasan berekspresi. Sebelumnya, banyak pengguna yang merasa terancam dan khawatir untuk menyampaikan pendapat di platform digital. Dengan keputusan ini, individu dapat lebih leluasa dalam mengekspresikan pandangan dan ide tanpa rasa takut akan tindakan hukum yang tidak adil. Kebebasan ini sangat penting dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam ruang publik, terutama dalam konteks diskusi sosial dan politik.

BACA JUGA :  Polri Tegaskan Hasil Tambang dalam IUP PT Timah Setor ke Perusahaan yang di Luar IUP Harus ada Solusi

Di sisi lain, keputusan ini juga akan berimplikasi pada aspek keamanan digital. Masyarakat diharapkan lebih aktif dalam berpartisipasi di dunia maya tanpa merasa dibayangi oleh ketakutan akan ancaman hukum. Namun, ini juga berarti bahwa pengguna harus lebih bijaksana dalam menggunakan internet. Meskipun UU ITE yang selama ini memberikan sanksi pidana dicabut, penting untuk diingat bahwa etika dan norma dalam berkomunikasi di dunia digital tetap harus dihormati. Masyarakat perlu memahami batasan-batasan yang ada, seperti penanggulangan hoaks dan ujaran kebencian, yang tetap berpotensi menjadi masalah meskipun tidak secara langsung terikat dengan hukum.

Komentar