Menyingkap Strategi Jokowi untuk Merebut Kembali Supermasi Dinasti Solo

Artikel, Opini123 Dilihat
banner 468x60

Kontrol Jokowi terhadap sektor pertahanan dan keamanan merupakan fondasi stabilitas politik yang sulit digoyahkan. Penempatan loyalis di pucuk pimpinan TNI/Polri tidak hanya memperkuat keamanan pemilu tetapi juga menekan potensi gangguan politik. Dalam kerangka teori hubungan sipil-militer, langkah ini konsisten dengan prinsip kontrol sipil terhadap militer yang dikelola melalui loyalitas personal dan jaringan, bukan sekadar birokrasi formal. Stabilitas ini memberi keuntungan ganda: pertama, mencegah eskalasi konflik politik. Kedua, menciptakan ruang gerak bagi strategi pemenangan calon yang berada dalam orbit Jokowi, seperti Gibran.

Di ranah sosial, kekuatan Jokowi terletak pada ormas dan relawan yang dibentuk sejak 2013. Relawan Jokowi, yang melibatkan buruh, pemuda, komunitas daring, hingga tokoh adat, berkembang menjadi jaringan ormas pro Jokowi yang memproduksi narasi positif dan menyalurkan aspirasi rakyat. Fenomena ini sejalan dengan teori Pierre Bourdieu tentang “modal sosial,” di mana jaringan sosial dapat diterjemahkan menjadi kekuatan politik. Melalui Musyawarah Rakyat (Musra), forum tertinggi yang menaungi sekitar 18 kelompok relawan dan ormas, Jokowi mampu mengintegrasikan kontrol strategis atas basis massa dengan koordinasi partai politik. Musra tidak hanya menjadi platform legitimasi sosial, tetapi juga instrumen mobilisasi bottom-up yang memperkuat posisi politiknya di tingkat akar rumput.

banner 300250

Strategi Jokowi, menurut KBA, dapat dianalisis melalui empat pilar utama. Pertama, penguatan Geng Solo untuk mempertahankan kendali atas sektor pertahanan dan keamanan. Kedua, mobilisasi relawan dan ormas melalui Musra untuk memperkokoh dukungan sosial. Ketiga, pembangunan aliansi lintas sektor mulai dari buruh, pemuda, pelaku usaha mikro yang memperluas basis politik sekaligus membangun citra inklusif. Keempat, penguasaan perang informasi melalui Barisan Geng Solo (BGS), yang memastikan dominasi narasi di media sosial tetap berpihak pada Jokowi dan sekutunya. Keempat strategi ini bukanlah fragmen terpisah, melainkan jaringan taktis yang saling menguatkan, mencerminkan pendekatan adaptif ala Machiavelli, dimana kekuasaan tidak hanya dijaga melalui otoritas formal, tetapi juga melalui loyalitas, kontrol simbolik, dan pengelolaan persepsi publik.

BACA JUGA :  Mediasi ala 'Bayar Kucing dalam Karung' di PN Sorong

Lebih jauh, strategi Jokowi juga mencerminkan filosofi politik paternalistik modern dengan pemberian fasilitas, promosi jabatan strategis, dan pendekatan personal yang menekankan loyalitas tegak lurus. Loyalis yang telah diangkat ke posisi tinggi bukan sekadar birokrat, tetapi agen yang memproduksi kebenaran politik versi Jokowi. Dalam terminologi etika politik, hal ini menegaskan bagaimana personalisasi kekuasaan dapat menjadi alat efektif untuk mempertahankan stabilitas sekaligus mengatur kompetisi politik.

Komentar