Inovasi Kecerdasan Buatan dan Konservasi Lingkungan Antarkan Tiga Guru SMK Raih Apresiasi GTK 2025

banner 468x60

ICJN, Jakarta, 28 November 2025 – Inovasi berbasis kecerdasan buatan dan kepedulian lingkungan menjadi sorotan dalam ajang Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) 2025 Kategori Transformatif. Tiga guru SMK terpilih sebagai yang terbaik berkat karya inovatif mereka yang tidak hanya mengubah cara belajar siswa, tetapi juga menjawab tantangan nyata di dunia kerja dan lingkungan. Hal ini mereka ungkapkan pada saat acara Apresiasi GTK 2025 yang diadakan di Jakarta, Kamis (27/11). Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyatakan kebanggaannya atas karya dan inovasi para guru dari barbagai daerah di Indonesia.

“Bapak Ibulah pemenang yang mampu mengalahkan semua kesulitan dan rintangan namun tetap hadir membersamai generasi bangsa. Jika Bapak Ibu tidak mendapatkan juara dan tampil ke depan saat ini, Bapak Ibu tetaplah menjadi juara di hatiku,” ujar Menteri Mu’ti disambut tepuk tangan dari para guru.

banner 300250

Setelah sambutan Menteri Mu’ti, beberapa peserta penerima penghargaan memaparkan gagasan dan perjalanan inovasi yang mereka kembangkan. Salah satunya adalah Naufal Faadhilah, guru SMKN 1 Katapang, Bandung, peraih juara pertama kategori Transformatif.

BACA JUGA :  Permohonan Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Diabaikan, Wilson Lalengke Desak Kepala BPN Depok Dicopot

“Pesan saya, mulailah dari masalah nyata yang paling terasa di kelas dan cari solusi sederhana dengan sumber daya yang ada, karena inovasi tidak selalu harus berupa teknologi canggih, tetapi bisa berupa cara baru memanusiakan proses belajar,” ujar Naufal Faadhilah, guru SMKN 1 Katapang, Bandung, peraih juara pertama Kategori Transformatif.

BACA JUGA :  Hak Jawab : Dituding Abal-abal, Murtadho, S.H. Sebut Opini Wilson Lalengke di Media Menyesatkan dan Tidak Mengerti Hukum

Naufal mengembangkan AMIRA (Artificial Mentor for Intelligent Reasoning and Assistance), asisten belajar berbasis AI yang membantu siswa jurusan Pengembangan Perangkat Lunak dan Gim (PPLG) memahami konsep pemrograman secara mandiri. “Masalah utama yang ingin saya selesaikan adalah rendahnya kemandirian belajar dan budaya ‘jawaban instan’, ditambah banyaknya error sederhana di kode siswa yang menyita waktu guru,” jelasnya.

AMIRA dirancang bukan untuk memberikan jawaban langsung, melainkan meminta siswa menjelaskan pemahaman mereka terlebih dahulu. “Sistem selalu meminta mereka menuliskan dulu pemahaman atau langkah yang sudah dicoba sehingga terbangun pola diskusi dua arah,” tambah Naufal.

BACA JUGA :  Polres Bangka Barat Amankan 4 Unit PIP Ilegal Jenis Tower di Perairan Cupat

Perubahan signifikan terlihat pada siswa yang semula merasa “tidak jago ngoding” kini menjadi lebih percaya diri. “Yang paling berkesan adalah siswa yang dulunya cenderung menyerah saat tidak paham, sekarang terbiasa mencoba dulu, berdiskusi dengan AMIRA, baru bertanya ke guru,” ungkapnya.

Ke depan, Naufal berencana memperluas AMIRA ke lebih banyak mata pelajaran dan program keahlian, serta mengintegrasikannya dengan sistem administrasi dan penilaian agar data dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan pembelajaran.

Komentar