DANANTARA: Perawan di Sarang Penyamun

Opini103 Dilihat
banner 468x60

Di sinilah publik mulai meraba kemungkinan adanya conflict of interest. Apalagi ketika muncul rumor bahwa Danantara akan menjadi “penyelamat” bagi GoTo, perusahaan teknologi yang kini tengah terpuruk. Per 21 Oktober 2025, harga saham GoTo hanya berada di Rp55 per lembar, jauh merosot dari harga pembelian awal Rp270 pada 2021.

Kejatuhan ini menimbulkan kerugian besar bagi Telkomsel/Telkom, yang memegang sekitar 23 miliar lembar saham GoTo dengan nilai investasi Rp6,4 triliun. Kini, nilai tersebut menyusut drastis, menyebabkan potensi kerugian hingga Rp5 triliun lebih. Di tengah kondisi ini, Danantara justru muncul dengan agenda investasi baru yang membuka ruang bagi penyelamatan perusahaan swasta.

banner 300250

Jika benar Danantara digunakan untuk menalangi GoTo, maka lembaga ini telah berubah dari badan pengelola aset negara menjadi alat cuci dosa korporasi. Sebab, prinsip bailout hanya dibenarkan bila sebuah entitas gagal secara sistemik mengancam perekonomian nasional. GoTo bukan lembaga keuangan sistemik, ia hanya satu dari sekian banyak perusahaan digital yang gagal mengelola valuasi pasar.

BACA JUGA :  Wilson Lalengke Desak Reformasi Rekrutmen Pemimpin: "Jangan Biarkan Orang Seadanya Masuk Senayan"

Lebih jauh, keterlibatan keluarga Thohir yakni Erick Thohir, mantan Menteri BUMN, dan Boy Thohir, pemilik GoTo menambah rumit situasi ini. Jika benar Danantara dijadikan perisai untuk menutupi kerugian akibat keputusan investasi yang keliru, maka publik berhak menyebutnya dengan metafora pahit yaitu perawan di sarang penyamun, dimana institusi baru dengan idealisme suci, tapi dikepung para perampok berjas.

BACA JUGA :  Dugaan Gugatan Tanah Palsu oleh PT. Bagus Jaya Abadi di PN Sorong, Sebuah Analisis Hukum

Ujian Moral dan Kepemimpinan Negara

Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa Danantara adalah “kekuatan masa depan Nusantara.” Namun kekuatan itu hanya akan berarti bila dijaga dengan moralitas, transparansi, dan keberanian melawan oligarki. Karena sejarah Indonesia berulang kali menunjukkan bahwa setiap instrumen ekonomi yang tidak dijaga etikanya akan berubah menjadi sarang rente.

Komentar