Bertindak Sewenang-wenang terhadap Masyarakat Adat, Polres Sorong Selatan dan Polda Papua Barat Daya Digugat Praperadilan

banner 468x60

Aneh bin ajaib, kesepakatan di lembaga legislatif itu hanya dianggap sebagai tissue pembersih toilet oleh para polisi di Sorong Selatan dan Polda Papua Barat Daya. Mereka terus saja menahan dan mempreteli bangkai kapal tongkang yang menjadi obyek kasus.

Tindakan penyitaan dan penguasaan terhadap barang obyek sengketa oleh aparat kepolisian yang selayaknya harus menyelesaikan proses hukumnya sesuai prosedur hukum yang berlaku, dipandang sebagai pelanggaran hukum formil yang fatal. Para termohon praperadilan telah secara nyata melakukan penyitaan tanpa surat resmi dan melecehkan (melanggar perjanjian) kesepakatan yang ditanda-tanganinya di depan Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat Daya. Hal ini jelas bertentangan dengan aturan hukum yang termaktub dalam Pasal 38, 39, 127, dan 129 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

banner 300250

Pasal 38 KUHAP menyatakan bahwa: ayat “(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.”; dan ayat “(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.”

BACA JUGA :  Sastra Bersuara, Bahasa Berdaya: Kemendikdasmen Hidupkan Semangat Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2025 Melalui Pentas Sastra

Sedangkan Pasal 129 KUHAP menegaskan bahwa: ayat “(1) Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.; ayat “(2) Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang darimana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.”; ayat “(3) Dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.”; dan ayat “(4) Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.”

BACA JUGA :  Tim Transformasi Bentukan Kapolri Ditolak Presiden, Wilson Lalengke: Semestinya Listyo Mundur Saja

Tuntutan Hukum

Permohonan praperadilan ini menyoroti tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum yang dinilai tidak hanya melanggar prosedur hukum, tetapi juga mengabaikan hak-hak masyarakat adat. Kuasa hukum Yesaya Saimar menuntut agar tindakan penyitaan dan penguasaan bangkai kapal tongkang yang dilakukan Polres Sorong Selatan dan Polda Papua Barat Daya tersebut dinyatakan tidak sah dan meminta pertanggungjawaban hukum dari para termohon.

Komentar