Dalam praktik jurnalistik, wartawan dungu sering kali menggunakan sumber-sumber yang cenderung menonjolkan aspek-aspek emosional atau sentimental. Sumber-sumber ini tidak selalu berdasarkan pada fakta yang solid, melainkan lebih kepada apa yang dapat menarik perhatian pembaca atau penonton. Wartawan abal-abal sering menggunakan testimoni pribadi, pengalaman subjektif, dan bahkan opini yang tidak terverifikasi, sebagai fondasi dari berita yang mereka sajikan. Hal ini dapat menyebabkan berita menjadi tidak seimbang dan tidak akurat, merusak kredibilitas informasi yang disampaikan.
Contoh nyata dari fenomena ini dapat dilihat dalam laporan yang berfokus pada tragedi atau bencana alam. Wartawan tak berkualitas sering kali menunjukkan footage emosional yang mengeksploitasi kesedihan dan penderitaan individu tanpa memberikan konteks yang memadai. Ketika perasaan ditonjolkan di atas fakta, hal ini dapat menimbulkan persepsi yang salah di kalangan publik, menjadikan mereka merasa terpengaruh oleh emosi tanpa dasar informasi yang tepat.
Selain itu, pendekatan yang mengedepankan sentimen ini berisiko mengabaikan sisi lain dari sebuah cerita yang mungkin lebih kompleks dan memerlukan analisis yang lebih mendalam. Jurnalist recehan yang lebih suka meraih popularitas online dibandingkan memberikan informasi yang akurat cenderung mengedepankan kisah-kisah yang bombastis tanpa pengecekan fakta. Ini tidak hanya merugikan reputasi wartawan, tetapi juga dapat menjadikan masyarakat menerima informasi yang keliru, yang pada akhirnya mengarah pada kesalahpahaman yang lebih besar terhadap suatu isu.
Oleh karena itu, penting bagi para pembaca untuk bersikap kritis terhadap berita yang disajikan oleh wartawan kualitas rendah, dan menyaring informasi yang lebih objektif dan faktual. Mengedukasi masyarakat mengenai penggunaan sumber yang dapat dipercaya serta memahami peran emosi dalam berita adalah langkah penting menuju peningkatan kualitas jurnalisme.
Dampak Negatif Wartawan Dungu Terhadap Rekan Wartawan Lain
Perilaku beberapa wartawan yang dikenal sebagai wartawan dungu, cenderung melakukan pemberitaan berdasarkan emosional dan sentimentil, bahkan tak segan untuk menyerang rekan sesama jurnalist melalui pemberitaannya itu memiliki dampak negatif yang tidak bisa diabaikan terhadap rekan-rekan mereka di dunia jurnalistik. Wartawan abal-abal seperti ini sering kali mengedepankan opini pribadi dalam berita yang mereka tulis, sehingga mengaburkan informasi yang seharusnya disampaikan secara objektif. Akibatnya, ketegangan dapat muncul di antara para wartawan, terutama bila berita yang disajikan bertentangan dengan fakta dan profesionalisme yang dipegang oleh rekan-rekannya.















































Komentar